Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Injil hari ini berbicara tentang Yesus dimuliakan di atas gunung (dalam sumber lain disebut Gunung Tabor). Diceritakan bahwa Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes ke sebuah gunung yang tinggi. Di atas gunung tersebut, ketiga murid itu mengalami tiga hal besar.
Pertama, mereka melihat Yesus berubah rupa, Yesus mengalami transfigurasi. Kedua, mereka melihat dan mendengar Musa dan Elia berbicara dengan Yesus. Dan ketiga, mereka melihat turunlah awan yang terang menaungi mereka dan ada suara dari dalam awan itu “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”.
Setelah mengalami ketiga hal besar itu, ada ungkapan rasa bahagia yang disertai permintaan dari Petrus kepada Yesus: “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia.”
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Ada dua aspek yang menjadi titik refleksi kita dalam Injil hari ini. Pertama, peristiwa yang dialami Petrus bersama kedua temannya itu seolah-olah menghipnotis Petrus untuk tetap berada di atas Gunung Tabor. Hal ini secara implisit nampak dalam ungkapan rasa dan permintaannya kepada Yesus, “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan disini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia.”
Petrus tahu seandainya Yesus mengabulkan permintaannya maka otomatis ia akan tetap tinggal di atas Gunung Tabor bersama Yesus, dan dia akan tetap mengalami kebahagiaan. Kedua, ada suara yang berseru dari dalam awan “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Peristiwa Gunung Tabor telah membawa kebahagiaan yang dialami oleh Petrus dan kedua temannya. Apakah kehadiran kita, kebersamaan kita, memberikan suasana yang membahagiakan atau menyenangkan bagi orang lain?
Bercermin dari situasi Gunung Tabor bersama Musa dan Elia, maka kehadiran kita di tengah masyarakat harus membuat orang lain mengalami kesejukan, kedamaian, ketenangan dalam berkarya. Kehadiran kita harus mampu membuat orang lain bisa tersenyum walaupun sedih, bisa tertawa walaupun sakit, bisa bangkit kembali walaupun terjatuh. Kehadiran kita harus bisa menjadi SALURAN BERKAT bagi orang lain, rekan kerja, dan siapa saja yang kita jumpai di mana saja kita berada.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Pertanyaan reflektif untuk kita semua, masih adakah Musa dan Elia di zaman sekarang? Jawabannya masih ada.
Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri seorang ibu yang tidak kenal waktu siang dan malam, yang tidak kenal cuaca dingin dan panas, berjuang tanpa kenal lelah, hanya untuk kebahagiaan anak-anaknya. Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri seorang ayah yang bekerja siang malam, yang rela kepanasan di waktu siang dan kedinginan di waktu malam, yang tidak pernah mengeluh capai demi kebahagiaan istri dan anak-anaknya.
Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri seorang guru honorer yang mengajar dengan penuh semangat dan berdedikasi yang tinggi walau penghasilannya pas-pasan demi kebahagiaan anak didiknya. Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri para pejuang kemerdekaan yang berkorban nyawa, supaya kita hidup dalam kebebasan, kemerdekaan, dan kebahagiaan.
Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri seorang sahabat, rekan kerja yang selalu menyediakan waktu untuk membantu kita bila dibutuhkan. Musa dan Elia, kita jumpai dalam diri seorang pimpinan yang selalu memberi arah jalan ketika orang tersesat, yang memberi terang ketika orang dalam kegelapan, yang memberi kekuatan ketika orang terlunglai jatuh, yang memberi kepastian ketika orang dalam kebimbangan, yang merangkum ketika orang tercerai.
Semuanya ini bisa terlaksana apabila kita mau mendengar dan melaksanakan perintah yang keluar dari dalam awan “DENGARKANLAH DIA”. Dengan kata lain kita hanya mampu menghadirkan situasi Gunung Tabor bersama Musa dan Elia di zaman sekarang apabila mata, hati, dan telinga kita mendengarkan Yesus seperti yang diperintahkan suara dari dalam awan “DENGARKANLAH DIA”.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Mampukah kita “DENGARKANLAH DIA” (Yesus) di zaman sekarang ini? Kita hanya bisa mendengarkan suara Yesus apabila mata, hati dan telinga kita dihiasi oleh cinta tulus. Karena CINTA TULUS mampu menggugurkan kesombongan kita, mampu menghancurkan kemunafikan kita, dan mampu menghanyutkan egoisme kita.
Ingat, pesan Yesus, “bukan orang yang berseru Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Surga” (Matius 7:21). Rajin berdoa, rajin ke Gereja tidak cukup untuk masuk surga. Harus dibarengi dengan perbuatan. Karena kata Yakobus: “Iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:26).