Setiap orang yang akan menjalankan Ibadah Umrah harus memenuhi berbagai persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Setidaknya ada lima syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) beragama Islam; (2) memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan dari tanggal pemberangkatan; (3) memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangannya; (4) memiliki surat keterangan sehat dari dokter; dan (5) memiliki visa serta tanda bukti akomodasi dan transportasi dari PPIU.
Paspor sebagai salah satu syarat utama jemaah umrah telah mengalami berbagai dinamika dalam proses penerbitannya. Tahun 2017, pemberian paspor bagi masyarakat yang hendak melaksanakan ibadah umrah diperketat. Selain harus melengkapi persyaratan dokumen pribadi, warga juga diminta untuk melengkapi Surat Rekomendasi dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat. Aturan ini diterbitkan oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Tujuannya, sebagai bagian dari upaya untuk mencegah adanya calon tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal serta praktik perdagangan manusia. Kala itu sering ditemukan sejumlah oknum masyarakat yang memanfaatkan pengajuan paspor umrah yang dimanfaatkan untuk bekerja.
Seiring perjalanan waktu, penerbitan paspor umrah dinilai sudah tidak membutuhkan lagi rekomendasi dari Kementerian Agama. Ditjen Imigrasi mencabut aturan yang mensyaratkan rekomendasi Kemenag untuk pengurusan paspor umrah dan haji khusus. Kemenag menyambut baik kebijakan baru ini karena syarat rekomendasi cenderung menyulitkan jemaah.
Pencabutan rekomendasi Kementerian Agama sebagai syarat pengurusan paspor untuk umrah tercantum dalam Surat Direktur Jenderal Imigrasi perihal Pelayanan Penerbitan Paspor RI bagi Jemaah Haji dan Umrah Nomor IMI-GR.01.01-0070 Tanggal 22 Februari 2023. Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menegaskan komitmennya memberikan kemudahan bagi masyarakat, utamanya yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Dalam siaran persnya, Direktur Jenderal Imigrasi menyatakan: “Kita jangan mempersulit masyarakat yang ingin menjalankan ibadah. Imigrasi selalu berkomitmen untuk melayani secara maksimal jamaah haji dan umrah, baik pada saat pembuatan paspor maupun dalam proses berangkat dan pulang dari dan ke Tanah Air,” sebagaimana artikel yang dimuat di dalam website resmi Direktorat Jenderal Imigrasi, yang terbit tanggal 24 Februari 2023 dengan judul, Siaran Pers: Dirjen Imigrasi: Syarat Rekomendasi Kemenag untuk Mengurus Paspor Umrah Sudah Dicabut.
Profil jemaah haji dan jemaah umrah sangat heterogen. Data terbaru Jemaah haji Indonesia tahun 1444H, 98,34% diantaranya belum pernah berhaji dan 55,1% Jemaah perempuan. Sedangkan dari latar belakang Pendidikan tercatat 141.617 jemaah atau 67,5% berpendidikan menengah ke bawah. Dan dari faktor usia terdapat 85.343 orang atau sebanyak 40, 68% berusia 60 tahun ke atas. Sumber data SISKOHAT diakses 4 September 2023.
Data jemaah umrah juga tidak berbeda dengan jemaah haji. Dapat dikatakan bahwa mayoritas jemaah umrah belum pernah melaksanakan ibadah umrah, didominasi perempuan, berpendidikan menengah ke bawah, dan banyak usia 60 tahun ke atas. Perlu perlakuan khusus terhadap jemaah haji dan jemaah umrah. Jemaah haji dan jemaah umrah tidak memiliki pengalaman bepergian ke luar negeri. Mereka tidak terbiasa mendapatkan banyak jenis pemeriksaan dokumen. Pemerintah perlu memberikan kemudahan pelayanan tanpa harus meninggalkan prinsip pengawasan dan kehati-hatian.
Salah satu layanan yang memudahkan jemaah umrah adalah pemeriksaan keimigrasian. Pada saat keberangkatan, jemaah umrah masih dalam kondisi segar bugar dan semangat tinggi. Mereka siap secara lahir dan batin melalui serangkaian pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dokumen perjalanan. Saat mereka dinyatakan clear, jemaah umrah dapat terbang ke Arab Saudi.
Namun kondisi berbeda saat kepulangan. Jemaah umrah saat pulang sudah dalam kondisi tidak segar lagi, ngantuk, capek, dan sebagian mungkin juga menahan sakit “bawaan” umrah seperti demam dan batuk ringan. Secara psikologis mereka juga sudah ingin cepat sampai di rumah masing-masing sehingga enggan menjalani berbagai pemeriksaan. Mereka membutuhkan kemudahan dalam pemeriksaan keimigrasian yang terkadang menimbulkan antrean panjang dan waktu cukup lama.
Direktorat Jenderal Imigrasi dapat saja memberikan kemudahan tersebut, misal dibuat kebijakan onboard clearance. Kebijakan tersebut memungkinkan untuk dilakukan. Jemaah umrah tidak perlu mengantre lama dalam pemeriksaan paspor saat kepulangan di bandara kedatangan. Petugas imigrasi ikut dalam penerbangan yang mengangkut jemaah umrah. Sesaat sebelum landing, petugas imigrasi di dalam pesawat akan memeriksa paspor jemaah umrah dan menyatakan clear. Berikutnya jemaah setelah turun dari pesawat dan keluar bandara cukup menunjukkan paspor yang telah diperiksa petugas imigrasi dan kartu fast track dari maskapai. Sehingga jemaah umrah dapat melewati line khusus tanpa harus melewati konter pemeriksaan imigrasi.
Kebijakan tersebut sangat mungkin diwujudkan dengan integrasi kebijakan antara Kementerian Agama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Secara teknis Nota Kesepahaman antara Menteri Agama dan Menteri Hukum dan HAM telah tersedia. Berikutnya dibutuhkan Perjanjian Kerjasama antara Direktur Jenderal Imigrasi dengan Direkur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Perjanjian Kerjasama tersebut tentu perlu dukungan dari maskapai perbangan umrah, karena akan mengatur teknis pelaksanaan kebijakan onboard clearance bagi Jemaah umrah di dalam pesawat.
Jemaah dan pelaku usaha patut berharap kebijakan tersebut dapat direalisasikan. Jika onboard clearance bagi Jemaah umrah, maka akan sangat membantu bagi Jemaah umrah. Kebijakan tersebut juga bisa menjadi sebuah lompatan peningkatan pelayanan kepada jemaah umrah dalam upaya pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah.