Jember – Seorang mahasiswa Difabel mempertanyakan keseriusan Presiden RI Joko Widodo terhadap pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas.
Hal itu diungkapkan Gilang Riastanto, dalam kegiatan seminar Pendidikan dan Ekonomi Kreatif yang digelar di Universitas PGRI Argopuro Jember, Selasa, 6 Februari 2024.
Kritik tersebut disampaikan langsung kepada Staf Khusus (Stafsus) Kepresidenan Bidang Inovasi dan Pendidikan, Gracia Josaphat Jobel Mambrasar, yang kebetulan hadir sebagai pemateri dalam seminar tersebut.
Dalam seminar yang juga membahas soal ekonomi kreatif itu, turut dihadiri Ketua DPP Gekraf Kawendra Lukistian.
Gilang mengkritik keseriusan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo, dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat soal implementasi kebijakan pemenuhan hak-hak disabilitas.
Gilang menilai kebijakan bagi pemenuhan hak-hak disabilitas itu terbilang ngawur.
“Tolong disampaikan kepada Presiden Jokowi, pemerintah dalam membuat kebijakan sering menggunakan pendekatan top down, bukan buttom up, sehingga tidak tahu yang dibutuhkan disabilitas. Jarang ada kebijakan yang pas, pasti ada yang kurang,” kata Gilang.
Tidak hanya itu, Gilang juga menyampaikan pengalamannya yang mengecewakan, saat dirinya mendaftar sebagai CPNS di beberapa tempat.
Disampaikan Gilang, pertama adalah pengalamannya saat mendaftar di anak perusahaan Telkom pada tahun 2018 lalu.
“Saat itu saya berangkat ke Semarang, tapi disampaikan oleh salah seorang Admin yang menyampaikan jika di perusahaan ini hanya membuka lowongan bagi disabilitas yang bisa melihat,” ungkapnya.
Gilang yang merupakan penyandang disabilitas tuna netra mengaku kecewa, dan sempat mempertanyakan kepada admin di perusahaan tersebut.
“Bahkan saya sempat berselisih paham dengan admin itu, karena jawabannya pun saya nilai sama seperti yang disampaikan sejak tahun 1999 lalu. Tidak bisa menyediakan fasilitas kerja, tapi disampaikan bisa jika tuna daksa hanya satu mata. Lah ini sebenarnya pemerintah niat apa tidak atau sekadar memenuhi syarat saja. Saya sampai bosan mendengarnya,” ujarnya dengan ungkapan kecewa.
Tidak cukup di situ, Gilang juga menyinggung soal proses rekrutmen di Kejaksaan Agung.
“Kejaksaan agung, yang dipilih yang bisa jalan itu tidak adil. Masih pilih-pilih, kenapa masih ada peraturan begitu, diutamakan daksa, kenapa tuna netra tidak. Kenapa tuna Netra low fashion tidak. Kita tidak meminta kondisi seperti ini,” pungkasnya.
Menanggapi keluhan mahasiswa difabel tersebut, Stafsus Billy Mambrasar mengatakan, pihaknya akan menyampaikan aspirasi itu ke Presiden RI Joko Widodo.
“Terkait hal ini, Presiden itu sudah mengeluarkan Keppres Nomor 67 tahun 2020. Perintahnya jelas, bahwa harus ada alokasi khusus di sektor tenaga kerja maupun beasiswa untuk anak-anak disabilitas. Itu presiden membentuk satu task force khusus, yang memonitor apabila ada yang tidak menuju komitmen itu. Akan langsung diberikan teguran oleh Presiden. Itu langsung dipantau,” kata Billy saat dikonfirmasi usai acara seminar.
Dengan adanya aspirasi ataupun kritik ini, lanjutnya, menjadi bagian tugasnya untuk menyerap informasi secara langsung.
“Makanya hari ini saya turun, ternyata masih ada masalah. Hal ini nanti akan saya sampaikan langsung kepada Menteri BUMN dan salah satu perusahaan BUMN dimana anak Jember ini, dia gagal meminta klarifikasi. Responnya nanti akan kami sampaikan kembali kepada yang bersangkutan,” ungkapnya.
Sementara Kawendra, menjelaskan acara seminar ekonomi yang dilakukan, merupakan upaya untuk memberi dukungan dan dorongan bagi calon pelaku usaha ekonomi. Khususnya di bidang ekonomi kreatif dan UMKM.
“Gekraf ini lembaga independen. Nantinya setelah dilakukan pembinaan nantinya tidak hanya sekali, tapi kemudian dilanjutkan dengan pendampingan untuk dibantu akses permodalan. Supaya adik-adik atau mahasiwa yang menjalankan progres UMKM itu, bisa merasakan manfaat dari pelaku ekonomi itu sendiri,” ujar Kawendra.