Begitu terkagum dengan petuah seorang tokoh, sebuah analogi sederhana tapi memiliki makna yang cukup dalam. Mungkin bagi banyak orang, petuah ini sudah sering terdengar. Kita sebutlah sebagai pelajaran dari “buah jatuh.”
Pelajaran ini membandingkan antara cara jatuhnya buah kelapa dan cara jatuhnya buah mangga. Saat buah kelapa jatuh, langsung menukik ke bawah tanpa adanya sangkutan. Jadinya, kelapa yang jatuh sangat rentan pecah. Masih lumayan karena kelapa memiliki kulit yang kuat untuk menahan benturan. Saya yakin kalau tanpa kekuatan kulit pembungkus yang kuat, pasti kelapa akan hancur berkeping.
Berbeda dengan buah mangga, saat jatuh, biasanya tersangkut pada daun dan ranting yang ada di bawahnya, sebelum sampai ke tanah. Artinya, buah mangga terbantu oleh daun, dahan, atau ranting pohon, yang membuatnya tidak gampang retak karena benturannya terjadi secara bertahap dan jarak benturan tidak begitu jauh. Penjelasan seperti ini ada ilmunya, bisa mengukur volume benda, benturan, dan jarak. Yang jelas ilmu seperti ini jauh dari penguasaan saya. Ilmu yang berbau begini, tidak bisa melampauhi angka enam pada rapor saya waktu sekolah.
Kembali ke masalah buah. Perbandingan cara jatuh buah di atas bisa menjadi pelajaran kehidupan tentang bagaimana seharusnya jatuh dalam kehidupan ini. Namanya hidup, sudah menjadi aksioma bahwa pasti akan merasakan jatuh: karir, bisnis, ataupun nama. Semua yang mencapai sesuatu yang disebut tinggi, besar, hebat, dahsyat, akan pasti merasakan penurunan yang merujuk pada makna: jatuh.
Karena semua orang akan jatuh, masalahnya bukan pada menghindari jatuh, tapi bagaimana caranya jatuh. Pelajaran kedua buah itu memperlihatkan bahwa kita bisa memilih jatuh dengan cara buah mangga atau dengan cara buah kelapa.
Orang yang dalam hidupnya memiliki modal sejenis daun, ranting, atau dahan, akan jatuh seperti buah mangga. Itulah yang disebut modal sosial yang meringankan efek dari kejatuhan. Modal sosial itu bisa berwujud jejaring kehidupan yang telah dibangun melalui silaturrahim.
Itulah, saat seseorang memiliki jejaring kehidupan yang kuat dan mengalami kejatuhan, jejaring kehidupan itulah yang akan membantu menahannya sedikit demi sedikit sebelum sampai ke titik terbawah.
Bisa juga dimaknai bahwa orang yang jatuh dengan kekuatan kebersamaan yang baik, akan lebih ringan merasakan efek kejatuhannya, yang diistilahkan oleh teman “jatuh di atas springbed.”
Bagaimana dengan orang yang jatuh dengan cara buah kelapa? Kita lanjutkan berikutnya, karena cerita mangga jatuh membuat ngiler untuk mencicipi mangga golek saat buka puasa. Siapa tahu ada di antara pembaca yang punya?